Film "Di balik 98"



Film ini mengambil setting tahun 1998 bulan Mei tanggal 18-21. Tahun kebangkitan reformasi bagi rakyat Indonesia. Film yang rilis pertengahan Januari 2015 ini baru sempat kutonton tadi malam. Kukira film ini bakalan menyorot apa yang sebenarnya terjadi di pemerintahan Indonesia sehingga memicu munculnya demo besar-besaran di kalangan mahasiswa. Namun bayanganku terpatahkan oleh hadirnya beberapa tokoh yang digarap secara fiksi oleh Lukman Sardi. Tokoh-tokoh tersebut diantaranya Teuku Wisnu Wikana yang berperan sebagai rakyat kecil (pemulung), Alya Rohali dan Ririn Ekawati berperan sebagai petugas rumah tangga istana, Donny Alamsyah dan Fauizi Baadila berperan sebagai tentara,  dan dua pemeran utama Chelsea dan Boy yang berperan sebagai mahasiswa. Tokoh-tokoh tersebut digarap oleh Lukman Sardi sebagai gambaran mengenai apa yang terjadi pada masing-masing tokoh ketika peristiwa Mei 1998 terjadi.

Di adegan awal, film ini sudah menggambarkan adanya ketegangan yang terjadi pada tokoh utama dan keluarganya. Chelsea (Diana) adalah adik Ririn Ekawati dan adik ipar dari Donny Alamsyah. Diana adalah seorang aktivis mahasiswa yang merencanakan demo bersama teman-teman aktivisnya di kampus Trisakti  untuk menurunkan Presiden Soeharto. Mereka menganngap kebijakan presiden saat itu sudah melewati batas. Semua harga-harga kebutuhan pokok melambung tinggi, hal itu berdampak pada rakyat kecil. Banyak antrean mengular di beberapa toko sembako. Mereka mengantre membeli minyak yang saat itu dibatasi sekali penggunaannya. Salah satu tokoh yang digambarkan adalah adegan Teuku Wisnu Wikana sebagai pemulung ikut mengantre bersama anaknya dan hanya mendapatkan sedikit minyak tanah. 

Kembali ke keluarga tokoh utama. Ketegangan yang terjadi di keluarga tokoh utama adalah ketidaksetujuan Ririn Ekawati (Salma) terhadap kegiatan adiknya Diana yang ikut ambil bagian dalam demo di kampusnya. Ketidaksujuan tersebut dikarenakan Salma yang berprofesi sebagai pekerja rumah tangga di istana dan suaminya Donny Alamsyah (Bagus) berprofesi sebagai tentara, tidak ingin ada komentar miring mengenai keluarganya di kalangan tetangga. Selain itu, Salma juga tidak ingin adiknya menjadi korban dalam demo tersebut. Namun keinginan Diana untuk berdemo untuk menggulingkan pemerintahan Soeharto sangat kuat dan keinginan untuk mensejahterakan rakyat sudah sangat menggebu. Bahkan Diana juga tidak suka dan membenci kakak iparnya Bagus karena dianggap pro pemerintah. Salma dan Bagus tidak dapat menghentikan niat Diana. 

Sementara itu di kampus Trisakti keadaannya mulai rusuh karena adanya persiapan demo di kampus.  Boy (Daniel), mahasiswa keturunan Tionghoa yang merupakan kekasih dari Diana juga turut serta dalam demo tersebut. Pendemo akhirnya turun ke jalan dan terjadi bentrokan antara mahasiswa dan aparat. Empat mahasiswa Trisakti meninggal. Esoknya, terjadi  penjarahan di toko-toko. Sasaran masyarkat adalah toko milik orang-orang keturnan Tionghoa, perempuan-perempuannya disiksa dan diperkosa. –Di adegan ini aku nangis-. Daniel kehilangan ayah dan adikya. Diana juga tak menemukan kakaknya (Salma) karena Salma yang khawatir akan keadaan adiknya berusaha mencari Diana di kampusnya. Bagus juga  sedang bertugas.
Dampak dari peristiwa tersebut juga dirasakan seorang pemulung yang diperankan oleh Teuku Wisnu Wikana dan anaknya. Mereka tidak tahu apa yang terjadi. Sempat bikin tertawa dan kasihan juga ketika si pemulung itu mengira bahwa rame-rame di jalan itu karena ulang tahun polisi. Diucapkan pula “Selamat ulang tahun ya, Pak!” Duh, miris lihatnya. 

Sementara itu penggambaran dari sisi Istana negara tidak begitu ditonjolkan. Karakter Pak Harto, Pak Habibie, Pak Amien Rais, dan beberapa menteri dan petinggi negara digarap secara mulus dan tidak ada pertentangan. Seperti yang telah diketahui, Pak Harto memenuhi tuntutan dari para mahasiswa untuk mundur dari jabatannya. Sorak sorai kemenangan mewarnai para mahasiswa yang saat itu berada di gedung MPR/DPR. Sementara pegawai-pegawai di istana negara bersedih karena Pak Harto lengser. 

Saat itulah Salma melahirkan. Namun, bayinya tidak dapat diselamatkan. Dan bagian paling sedihnya lagi adalah anak dari si pemulung itu sekarang hidup sendiri. Bapaknya meninggal saat peristiwa penjarahan. Adegan ini digambarkan si anak berjalan sendirian dan flashback saat-saat si anak bersama bapaknya.  Adegan tersebut berganti-gantian. –Aku langsung ambil tisu ngelap uluh-. Daniel yang sudah bertemu keluarganya, pulang ke Negara asal.

Film ditutup dengan setting tahun 2015. Menggambarkan Diana yang berprofesi sebagai guru TK bertemu dengan Daniel yang saat itu berada di Jakarta untuk menabur abu ayahnya di bekas rumahnya dulu (agak aneh karena rumahnya masih ada). Di sini digambarkan masing-masing dari mereka sudah menikah dan mempunyai anak. Akhir yang tidak menye-menye dan realistis. 

Menurutku film ini sudah sangat berhasil mengaduk-aduk perasaan penonton. Berhasil mengajak penonton untuk turut merasakan apa yang dirasakan masyarakat saat peristiwa Mei 98. Namun, yang sangat disayangkan dari segi pemerintahnya kurang kuat pembangunan karakternya. Memang sih, sebagai sutradara, Lukman Sardi memang sengaja tidak mengangkat sejarah dan politik. Ia hanya mengangkat apa yang terjadi dan dampaknya pada masyarakat saat peristiwa Mei 98 terjadi. Namun jika aku ditempatkan di masyarakat umum atau orang yang tidak tahu menahu soal peristiwa Mei 98 karena belum lahir, pasti akan bertanya-tanya apa salah pemerintah sehingga masyarakat begitu ingin melengserkan Soeharto? Siapa yang menggerakkan massa begitu besar? Apakah orang yang memprovokasi untuk demo dan penjarahan adalah bagian dari pemerintah? Pasti ada konspirasi di dalamnya.

Yah, mungkin yang berani membuat film jawaban dari semua pertanyaan di atas hanya orang-orang yang siap untuk dicekal dan filmnya gak boleh tayang. Hanya segini review film Di balik 98. Secara keseluruhan film ini recomended kok..:-).

Komentar

Postingan Populer