Mengkaji Kembali Dongeng untuk Anak
“Akhirnya sang Putri menikah dan hidup bahagia dengan Pangeran yang sangat dicintainya”
Kalimat tersebut masih banyak
ditemui pada dongeng-dongeng anak (yang saduran ataupun asli yang ditulis
kembali dengan gaya bahasa yang berbeda). Kalimat happy ending yang menyesatkan
pikiran anak-anak, menurut saya. Bayangkan, sejak kanak-kanak pun, mereka telah
dikelabuhi dengan cerita-cerita roman yang happy ending. Kelak ketika sudah
besar, mereka pun hanya mau menerima cerita cinta yang happy happy saja.
Bayangan keromantisan dan kebahagiaan dari dongeng yang dibacanya telah melekat
kuat di dalam pikirannya. Akhirnya karena tidak kuat menanggung derita, bunuh
diri menjadi jalan keluarnya.
Padahal kenyataannya beda jauh,
Bray..Ending sebuah cerita tidak selalu happy. Kadangkala akhir yang
mengecewakan atau yang menyedihkan justru menjadi akhir yang baik. Contohnya
saja ada sepasang kekasih yang sudah menjalin asmara selama satu tahun,
tiba-tiba di tahun kedua baru diketahui kalau pasangannya (cowok) ternyata
seorang penjahat dan pengedar narkoba.
Si cewek yang sudah terlanjur jatuh cinta, akan merelakan perasaannya
berubah menjadi sebuah kekecewaan. Akhirnya mereka putus karena si cewek tidak
mau terkena masalah jika masih terus mempertahankan hubungan.
Lain lagi jika, si cewek mau
menerima dan dengan ikhlas mau membantu si cowok menjauh dari dunianya. Segala
cara dilakukan agar kekasihnya tidak lagi menjadi penjahat dan pengedar
narkoba, termasuk mengikuti ke manapun cowoknya pergi dan berusaha mencegah
perbuatan negatifnya. Dengan kesabaran si cewek, akhirnya si cowok bisa
berubah. Akhirnya mereka mendirikan usaha bersama-sama dan menikah. Mereka
hidup tentram dan bahagia bersama anak-anak mereka. Ya! Cerita tersebut hanya ada dalam adegan
sinetron abal-abal dan ditulis dalam buku dongeng. Tidak nyata. Tidak real!
Terlalu berlebihan! Ingat apa apa yang terlalu itu tidak baik.
Kembali ke dongeng. Sejak kecil
otak anak-anak sudah diracuni dengan halusinasi yang berlebihan. Kok rasanya
saya tidak tega membiarkannya seperti itu. Saya khawatir akan mengakibatkan
dewasa sebelum waktunya. Saya khawatir ketika besok mereka memperjuangkan
cintanya, akan memilih jalan yang instan agar ceritanya menjadi happy ending.
Seperti di dalam buku dongeng yang mereka baca bertahun-tahun silam.
Sampai sekarang saya juga belum
menemukan alasan yang tepat, mengapa banyak dongeng anak-anak yang menyuguhkan
cerita cerita roman dengan ending yang membahagiakan. Biasanya sih
cerita-cerita seperti itu muncul dengan latar belakang kerajaan. Dan mengapa
justru cerita-cerita tersebut yang banyak digemari. Cerita seperti itu juga pernah sangat memengaruhi
pikiran saya, dulu. Setiap saya menulis cerita yang berlatar belakang kerajaan,
saya tidak lupa menyelipkan cerita percintaan di dalamnya. Setelah saya
baca-baca lagi kok malah terlihat lucu ya? Anak-anak usia SD sudah bisa membuat
cerita tentang dua kerajaan yang menikahkan putra putrinya.
Jaman dulu tentu berbeda dengan
jaman sekarang. Untuk di jaman sekarang, cerita-cerita yang menyuguhkan cerita
percintaan antara putra dan putri kerajaan sudah tidak relevan menurut saya. Kadang
kala tidak ada pelajaran moral yang bisa diambil. Bahkan ceritanya cenderung
tidak masuk akal. Betul sih, menurut KBBI, dongeng itu adalah cerita yang tidak
benar-benar terjadi (terutama tentang kejadian zaman dulu yang aneh-aneh).
Tapi tolong, buatlah yang wajar. Atau lebih baik lagi, sebagai orangtua bisa
menjelaskan terlebih dahulu apa yang disebut dengan dongeng itu. Saya kira
pendampingan orangtua masih sangat diperlukan meski yang dibacanya buku
anak-anak. Sebagai orangtua juga harusnya bisa memilah dan memilih
cerita/dongeng mana yang benar-benar cocok untuk anak-anak.
Untuk para penulis, sebaiknya tulislah dongeng sendiri
yang sesuai dengan kondisi anak-anak jaman sekarang. Tidak menuliskan kembali
atau menyadur dari cerita/dongeng luar negeri yang belum tentu cocok dengan
karakter anak-anak Indonesia. Selamatkan anak-anak dari halusinasi yang berlebihan
yang menjadikan moral anak tidak bertumbuh. Lebih baik menulis cerita yang
sarat nilai-nilai moral agar karakter positif anak sudah terbentuk sejak kecil.
*efek ngedit dongeng anak yang menurut saya sebagian
ceritanya tidak cocok untuk anak.
saya pikir, dongeng dengan kisah percintaan kurang tepat untuk anak-anak. dongeng yang tepat untuk anak-anak ya dongeng dengan pesan moral selain percintaan seperti kepahlawanan, persahabatan, jangan sombong, dll. itu malah yang lebih tepat. manurut saya.
BalasHapusBerarti setuju dong dengan tulisan saya?
BalasHapusSangat setuju dik. Sajikan makanan sesuai umurnya, mungkin itu ungkapan yang repay menggambarkan maksudku.
BalasHapus