Mengkaji Kembali Dongeng untuk Anak


www.famousfix.com
“Akhirnya sang Putri menikah dan hidup bahagia dengan Pangeran yang sangat dicintainya”

Kalimat tersebut masih banyak ditemui pada dongeng-dongeng anak (yang saduran ataupun asli yang ditulis kembali dengan gaya bahasa yang berbeda). Kalimat happy ending yang menyesatkan pikiran anak-anak, menurut saya. Bayangkan, sejak kanak-kanak pun, mereka telah dikelabuhi dengan cerita-cerita roman yang happy ending. Kelak ketika sudah besar, mereka pun hanya mau menerima cerita cinta yang happy happy saja. Bayangan keromantisan dan kebahagiaan dari dongeng yang dibacanya telah melekat kuat di dalam pikirannya. Akhirnya karena tidak kuat menanggung derita, bunuh diri menjadi jalan keluarnya.

Padahal kenyataannya beda jauh, Bray..Ending sebuah cerita tidak selalu happy. Kadangkala akhir yang mengecewakan atau yang menyedihkan justru menjadi akhir yang baik. Contohnya saja ada sepasang kekasih yang sudah menjalin asmara selama satu tahun, tiba-tiba di tahun kedua baru diketahui kalau pasangannya (cowok) ternyata seorang penjahat dan pengedar narkoba.  Si cewek yang sudah terlanjur jatuh cinta, akan merelakan perasaannya berubah menjadi sebuah kekecewaan. Akhirnya mereka putus karena si cewek tidak mau terkena masalah jika masih terus mempertahankan hubungan.  

Lain lagi jika, si cewek mau menerima dan dengan ikhlas mau membantu si cowok menjauh dari dunianya. Segala cara dilakukan agar kekasihnya tidak lagi menjadi penjahat dan pengedar narkoba, termasuk mengikuti ke manapun cowoknya pergi dan berusaha mencegah perbuatan negatifnya. Dengan kesabaran si cewek, akhirnya si cowok bisa berubah. Akhirnya mereka mendirikan usaha bersama-sama dan menikah. Mereka hidup tentram dan bahagia bersama anak-anak mereka.  Ya! Cerita tersebut hanya ada dalam adegan sinetron abal-abal dan ditulis dalam buku dongeng. Tidak nyata. Tidak real! Terlalu berlebihan! Ingat apa apa yang terlalu itu tidak baik.

Kembali ke dongeng. Sejak kecil otak anak-anak sudah diracuni dengan halusinasi yang berlebihan. Kok rasanya saya tidak tega membiarkannya seperti itu. Saya khawatir akan mengakibatkan dewasa sebelum waktunya. Saya khawatir ketika besok mereka memperjuangkan cintanya, akan memilih jalan yang instan agar ceritanya menjadi happy ending. Seperti di dalam buku dongeng yang mereka baca bertahun-tahun silam.

Sampai sekarang saya juga belum menemukan alasan yang tepat, mengapa banyak dongeng anak-anak yang menyuguhkan cerita cerita roman dengan ending yang membahagiakan. Biasanya sih cerita-cerita seperti itu muncul dengan latar belakang kerajaan. Dan mengapa justru cerita-cerita tersebut yang banyak digemari. Cerita seperti itu juga pernah sangat memengaruhi pikiran saya, dulu. Setiap saya menulis cerita yang berlatar belakang kerajaan, saya tidak lupa menyelipkan cerita percintaan di dalamnya. Setelah saya baca-baca lagi kok malah terlihat lucu ya? Anak-anak usia SD sudah bisa membuat cerita tentang dua kerajaan yang menikahkan putra putrinya.

Jaman dulu tentu berbeda dengan jaman sekarang. Untuk di jaman sekarang, cerita-cerita yang menyuguhkan cerita percintaan antara putra dan putri kerajaan sudah tidak relevan menurut saya. Kadang kala tidak ada pelajaran moral yang bisa diambil. Bahkan ceritanya cenderung tidak masuk akal. Betul sih, menurut KBBI, dongeng itu adalah cerita yang tidak benar-benar terjadi (terutama tentang kejadian zaman dulu yang aneh-aneh). Tapi tolong, buatlah yang wajar. Atau lebih baik lagi, sebagai orangtua bisa menjelaskan terlebih dahulu apa yang disebut dengan dongeng itu. Saya kira pendampingan orangtua masih sangat diperlukan meski yang dibacanya buku anak-anak. Sebagai orangtua juga harusnya bisa memilah dan memilih cerita/dongeng mana yang benar-benar cocok untuk anak-anak.

Untuk para penulis, sebaiknya tulislah dongeng sendiri yang sesuai dengan kondisi anak-anak jaman sekarang. Tidak menuliskan kembali atau menyadur dari cerita/dongeng luar negeri yang belum tentu cocok dengan karakter anak-anak Indonesia. Selamatkan anak-anak dari halusinasi yang berlebihan yang menjadikan moral anak tidak bertumbuh. Lebih baik menulis cerita yang sarat nilai-nilai moral agar karakter positif anak sudah terbentuk sejak kecil.


*efek ngedit dongeng anak yang menurut saya sebagian ceritanya tidak cocok untuk anak. 

Komentar

  1. saya pikir, dongeng dengan kisah percintaan kurang tepat untuk anak-anak. dongeng yang tepat untuk anak-anak ya dongeng dengan pesan moral selain percintaan seperti kepahlawanan, persahabatan, jangan sombong, dll. itu malah yang lebih tepat. manurut saya.

    BalasHapus
  2. Berarti setuju dong dengan tulisan saya?

    BalasHapus
  3. Sangat setuju dik. Sajikan makanan sesuai umurnya, mungkin itu ungkapan yang repay menggambarkan maksudku.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer