Bisnis Dunia Hiburan: Merajarelanya Recycle

Film Warkop DKI Rebond masih menghiasi papan-papan Now Showing di bioskop-bioskop tanah air. Saya tidak habis pikir, kenapa film sejelek ini mampu menyaingi film-film tanah air yang lebih bermutu. Maaf, saya lancang menggunakan kata “jelek”. Untuk bilang film tersebut jelek, saya tidak perlu membuang buang uang ke bioskop. Cukup dari genre dan sinopsis ceritanya (yang persis dengan cerita aslinya), saya sudah bisa menyimpulkan. Saya menjadi penasaran apa yang mendorong orang-orang untuk berbondong-bondong menontonnya. Apa karena dari opini orang lain yang mengatakan bagus, lalu mereka penasaran ingin menontonnya? Padahal selera orang kan berbeda-beda. Cobalah untuk tidak meletakkan opini orang lain di rating paling tinggi atas penilaian sesuatu. Ini nih yang menyebabkan kita tidak punya pendirian. Hanya mengikuti arus.
Kembali ke film Warkop DKI Rebond, ini film hanya recycle bukan karya asli tapi banyak banget orang yang pengen nonton. Ini film dikasih pelet apa sih? Tidak mengandung unsur pendidikan, tidak mengandung unsur budi pekerti, tidak juga mengandung nilai lokal wisdom, Film ini cenderung banyak nuansa humor yang dibumbui sedikit kejahilan pornoaksi (ya memang plek dengan film aslinya). Sepertinya dulu film aslinya tidak sebanyak ini penontonnya. Apa karena aku tidak tahu karena dulu film ini sepertinya hanya tayang di televisi. Terbukti yang recycle lebih laris.

Tak hanya film, buku pun juga begitu. Beberapa orang yang suka membaca buku, membali sebuah buku hanya karena opini orang lain yang menyebutkan bahwa buku “anu” bagus. Padahal tidak semua orang suka dengan genre buku tersebut. Akhirnya banyak kekecewaan yang muncul ketika terlanjur membeli buku “anu” yang disarankan orang lain. Banyak orang yang membeli buku bukan karena suka tetapi karena buku tersebut banyak dibicarakan. Akibatnya buku yang isinya jelek pun, menduduki rating tertinggi karena banyak yang membeli. 
Dan lagi-lagi bicara tentang recycle, buku dengan menuliskan kembali cerita yang sudah ada malah justru laris di pasaran. Yang biasanya terjadi adalah buku cerita anak-anak. Dari jaman dulu sampai sekarang kok ya ceritanya sama aja. Tidak ada perubahan. Apalagi dengan ditambahi cerita percintaan antara pangeran dan putri. Sepertinya semakin suram saja kehidupan anak-anak jaman sekarang. Dari kecil sudah diberikan khayalan semu.
Yang terjadi saat ini, pasar (konsumen) menjadi patokan dalam membuat sebuah karya. Jika ingin karya kita laris, bikinlah yang sesuai pasar. Padahal selera pasar belum tentu cocok dengan selera kita. Malah kadang justru bertentangan. Menjadikan si pencipta hanya setengah hati menggarapnya. Sebenarnya kembali lagi pada tujuan pembuatan karya. Ingin menyenangkan pasar, atau menyadarkan pasar. Kenyataannya orang-orang kita ini sudah mulai tenggelam ke dalam buaian mimpi, tertawa-tawa bahagia dalam kesenangan semu tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi. Jika kita membuat karya yang menyenangkan pasar, berarti kita membuat mereka tenggelam lebih dalam lagi. Ketika mereka terlena, kita dengan santainya duduk duduk sambil kibas duit berjuta-juta.
 Itulah bisnis. Karya recycle saja bisa laris hanya dengan kemasan yang lebih colorfull. Karya yang biasa-biasa saja, ditambah dengan penyedap dan mungkin sedikit "ludah jin" orang-orang berdatangan menikmatinya. Bahkan tak hanya satu atau dua kali. Jika ada yang mengajak, hayuuk saja. Betapa mengerikannya. 


Komentar

  1. Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
    Dalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
    Yang Ada :
    TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
    Sekedar Nonton Bola ,
    Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
    Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
    Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
    Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
    Website Online 24Jam/Setiap Hariny

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer