TELEVISI



Sudah bertahun-tahun di rumah bapak ibu saya tidak ada televisi. Barangnya ada, tapi dibiarkan mangkrak begitu saja dengan kerusakannya. Tak pernah dibawa ke tukang servis atau dijual ke tukang loak. Tergeletak di pojokan kamar yang kadang terlupakan. Bagi sebagian orang, televisi adalah barang yang harus ada untuk melengkapi bagian rumah yang kosong. Televisi hampir ditemukan di semua rumah. Lengkap dengan parabola di atas genteng. Sepertinya televisi sudah menjadi kebutuhan primer.
Namun, tidak bagi keluarga saya. Buktinya, tidak ada televisi juga hidupnya tenang-tenang saja. Tenang banget malah. Terbebas dari jeratan permainan perasaan yang dimainkan oleh sinetron. Terbebas dari nggosip dan ngomongin perilaku artis, eh tidak juga kayaknya, soalnya masih ada sosmed. Ya, kami memang miskin karena tak punya televisi. Sebagai ganti televisi, di rumah pasang wifi. Setiap anggota keluarga bisa streaming sendiri-sendiri lewat laptop. Bebas memilih, anti rebutan. Sebenarnya memang lebih praktis pakai wifi sih, bisa milih apa yang mau ditonton. Lha semua ada je..
Akhirnya, saya benar-benar buta dengan acara-acara televisi yang sedang nge-hits. Saya tidak tahu nama dan rupa artis-artis baru. Jangankan yang nge-hits, yang sudah berlalu pun saya tidak tahu. Saya sama sekali tidak nyambung ketika diajak ngobrol tentang acara-acara televisi. Nah, saya tak hanya ketinggalan soal acara televisi, bentuk/model sebuah televisi pun saya tidak up date. Ini benar-benar kejadian nyata.
Jadi ceritanya, dua minggu yang lalu, saya mendapat panggilan tes di UNDIP, karena pelaksanaan tesnya pagi hari, otomatis saya menginap di hotel. Kamar hotel yang saya singgahi dilengkapi dengan televisi. Karena saya sudah lama tidak pernah nonton, saya berniat untuk menyalakan televisi. Semua tombol di remote saya pencet-pencet untuk menyalakan, tapi televisi di depan saya tetap tidak mau memunculkan gambar. Saya putus asa, remote saya pukul pukul dengan tangan. Dan....jeng..jeng...televisi menyala. Betapa bahagianya saya haha..Saya tidak tahu tombol apa yang kepencet saat tanganku memukul-mukul remote. Belakangan saya sadar, mungkin batrai remote nya kurang pas masangnya.
Karena takut tidak bisa menyalakannya lagi, televisi tidak saya matikan sampai pagi. Sebenarnya alasannya adalah karena adik saya takut (-ngeles-). Masalah muncul ketika akan cek out. Remote benar benar tidak berfungsi. Tombol on-off yang biasanya ada di televisi bagian depan juga tidak saya temukan. Kami (saya dan adik saya) merutuki diri sendiri, “Duh, udik banget sih kita, masak soal televisi saja tidak tahu.” Akhirnya, adik saya berhasil menemukan tombol on-off di televisi. Kami baru tahu, kalau televisi zaman sekarang tombol-tombolnya berada di samping. Kami sama sekali tidak kepikiran sebelumnya. Problem solved. Televisi yang mangkrak di rumah, adalah televisi model zaman dulu, bukan yang layar datar.
Konyol sekali memang. Begitu cepat teknologi berganti. Dan saya juga tetap tidak ingin membeli televisi. Bukan masalah modelnya, tetapi masalah acara-acaranya. Kebanyakan sinetron, serial india, reality show gak jelas, gosip yang bikin dosa, dan masih banyak lagi. Lebih baik tidak menonton televisi tetapi tetap bisa up date tentang berita-berita penting negeri lewat sosial media, atau streaming berita lewat situs berita nasional. Tak ketinggalan pula kasus Jessica yang begitu menyita. Pun tentang para balon DKI 1 dengan isu-isu yang mencuat dibaliknya. Jadi, bagi saya No Television, No Problem.

Komentar

Postingan Populer