Agama yang Dipolitisasi
Kasus ini murni politik, adapun agama adalah sarana untuk menjatuhkan
lawan politik. Saya tidak mendukung siapapun karena KTP saya bukan wilayah
Jakarta. Namun, penduduk manapun –tentunya penduduk yang masih punya otak- juga
tahu bahwa kasus yang belakangan ini terjadi di Jakarta adalah murni politik.
Bagaimana tidak, kejadiannya persis beberapa bulan menjelang pemilihan gubernur
DKI. Calon gubernur nomor urut dua yang sebelumnya juga sudah menjabat, tidak
sengaja “kecletut” ngomong tentang
salah satu ayat Alquran. Meski menurut pandangan saya beliau tidak bersalah,
tetapi beberapa pihak yang mungkin memang lebih pintar dari saya, menafsirkan
lain. Jadilah peristiwa kecletut itu
dijadikan alat untuk menjatuhkan beliau. Beliau sudah minta maaf atas
ketidaksengajaannya pun, masih dirasa kurang. Ya memang tujuan aslinya adalah
menjegal agar Cagub nomor urut dua tidak jadi maju pilkada Februari 2017
mendatang. Jadi apapun alasannya tidak bakalan dipertimbangkan.Ilmu agama saya memang belum setinggi para Habib dan Syeh, tetapi yang
saya tahu agama saya itu mengajarkan cinta kasih, agama saya adalah agama yang
memaafkan. Agama saya adalah agama yang penuh damai. Tuhan dan Nabi dalam agama
saya mengajarkan untuk saling mengasihi dan memaafkan sesama manusia –tidak
peduli pada golongan atau agama-. Tentu saya merasa sangat sedih jika ada
orang-orang yang beragama tetapi tidak menggunakan logika dan perasaan. Hanya
menelan mentah-mentah ajaran agamanya. Dan hanya memandangnya dari satu sisi. Padahal
belum tentu benar jika dipandang dari sisi yang lain.Jika dipandang dari sisi lain di mana saya berpihak, masalah ini
sebenarnya cuma masalah kecil. Diselesaikan dengan baik-baik tanpa ada rasa ingin
menang sendiri. Semua orang harus legowo, menghormati satu sama lain, yang
dianggap salah dibenarkan, dicari titik temu penyelesaiannya. Bukankah seperti
itu yang diajarkan agama kita? Masalah kecil dibesar-besarkan, akibatnya yang
terjadi ya seperti sekarang ini. Sejak peristiwa itu, apapun yang berhubungan
dengan agama (yang dari dulu biasa saja) malah dipermasalahkan. Seakan-akan
agama selain Islam itu salah. Memasang foto mahasiswa muslim berjilbab di
baliho salah satu kampus Kristen juga salah. Padahal itu kampus, tempat
mengenyam pendidikan formal bukan pendidikan agama. Kembali pada masalah calon gubernur nomor dua. Diperlukan pemahaman yang
luas dan terbuka. Tidak semata-mata hanya ikut-ikutan mencela dan mencaci. Memahami
agama sendiri saja belum tentu benar, kok mau maunya saja diprovokasi untuk
menjatuhkan orang lain. Sedangkan Tuhan saja Maha Pemaaf, kita yang hanya
sebutir debu kok malah menebar kebencian. Lalu Tuhan mana yang kamu anut?Sudahlah, marilah kita instropeksi saja. Perbaiki laku dan hati kita.
Lakukan apa yang seharusnya menjadi pedoman di dalam agama masing-masing.
Lakukan hal terbaik bagi orang lain tanpa memandang suku dan agama. Hanya Tuhan
yang bisa menentukan surga dan neraka bagi umatnya.
Komentar
Posting Komentar