SERAGAM
Pagi yang menguras emosi. Hanya gara-gara seragam. Ya. Hanya gara-gara seragam. Diptyan (3 tahun 5 bulan) belum mau memakai seragam sekolahnya. Sementara bunda-bunda di sekolah selalu mengingatkan kami sebagai orang tua untuk memakaikannya seragam. Dari awal seragam dibagikan, kami selalu menyiapkan baju seragam setiap pagi untuk dipakai setelah dia mandi. Namun, dia selalu menolak memakainya. Bahkan dia membuka lemari dan memilih sendiri baju yang akan dia pakai. Kami selalu menanyakan alasan mengapa Diptyan tidak mau memakai seragam, dan alasannya selalu geli. Mungkin karena bahannya terlalu kaku, jadi dia risih memakainya. Satu-satunya seragam yang mau dipakai adalah seragam olahraga karena bahannya kaos. Untuk keluhan risihnya, kami menyiasati dengan membelikan dia kaos dalam yang bahannya nyaman, selain itu kami menyiasati juga dengan memakaikan kaos rangkepan. Namun, tetap saja tidak mau memakainya.
Salah satu bundanya bilang dibawakan saja seragamnya ke sekolah. Ya, kami selalu membawakannya di sekolah. Tapi gak tahu, apakai dipakaikan atau tidak. Ada juga yang bilang, dipaksa. Kalau ini saya tidak setuju. Mengapa? Karena memaksa anak akan menimbulkan traumatis ke depannya. Entah itu jadi mogok sekolah atau yang lainnya.
Aku sendiri sebagai ibu, melihat anak berangkat sekolah dengan happy, adalah mood booster. Aku tidak mau melepas anak ke sekolah dengan mood yang berantakan. Aku juga tidak ingin anak berangkat dengan perasaan yang marah, sedih, tidak dihargai. Ya, aku menghargai pilihannya yang belum mau memakai seragam. Toh setiap hari, aku selalu sounding ke dia tentang penting dan bagusnya memakai seragam. Tapi maaf, aku tidak bisa memberi contoh karena aku sendiri tidak berseragam. Aku tidak bisa memberikan penjelasan yang tepat karena aku pun tidak suka terkungkung dalam seragam.
Aku tahu Diptyan anak yang unik. Dia anak yang kreatif, berjiwa bebas, tidak suka diatur. Maka dari itu, aku berusaha menghargai setiap pilihannya selama itu tidak menimbulkan malapetaka baginya dan orang-orang di sekitarnya. Jujur, aku tidak menemukan alasan negatif atau berdampak negatif ke orang lain ketika dia tidak memakai seragam di sekolah. Aku yakin besok ketika sudah siap, Diptyan pasti mau memakai seragam. Yang dibutuhkan hanya kesabaran dan selalu menurunkan ekspektasi. Aku cuma berharap pihak sekolah bisa memahami bahwa anak-anak usia dini tidak seharusnya untuk dipaksa memakai seragam. Semoga pihak sekolah bisa memahami dampaknya dikemudian hari saat anak-anak kreatif dibatasi kreativitasnya.
Komentar
Posting Komentar