Belajar Menjadi Manusia yang Ikhlas dan Kreatif


Senang sekali aku malam ini. Ada dua peristiwa yang membuatku terkesan dan membahagiakan. Pertama, waktu makan malam di angkringan bersama kekasih, kami menemukan dompet di tempat kami duduk (lesehan). Aku langsung berkata, "Berikan saja ke Pak Pendi (penjual angkringan samping kost), mbok nanti ada yang mencari ke sini." Namun kekasihku tak setuju, katanya dia tidak begitu percaya pada orang lain yang belum kita kenal betul wataknya (mengingat manusia itu tak ada yang sama). Akhirnya kami sepakat untuk membuka dompet itu dan mencari tahu identitas pemiliknya. Kami menemukan KTP dan ternyata alamat pemilik dompet itu tak jauh dari tempat kami makan. Setelah selesai kami segera mengantarkan dompet itu ke alamat yang tertera di KTP, Sagan. Beberapa kali kami bertanya kepada orang dan akhirnya ketemulah rumahnya. Hm...Milik seorang mahasiswi UGM, aku lupa namanya. Setelah diserahkan, dia mau memberikan kami imbalan, entah berapa yang dia kasih. Namun kami dengan halus menolaknya. Kami menolong dengan ikhlas. Setelahnya kami merasa lega dan bahagia bisa menolong orang lain. Dan ini merupakan pelajaran juga bagiku, jika menemukan barang milik orang lain, jangan sembarangan memberikan barang itu ke orang lain karena belum tentu orang itu adalah orang yang baik. Mending, jika barang itu mempunyai identitas (entah alamat atau nomor telepon) kita bisa menghubunginya sendiri dan menyerahkan barang itu kepada yang punya. 

Kedua, setelah kami mengembalikan dompet, kami langsung meluncur ke Wanitatama, ada book fair dan ingin ketemu dengan Mas Noe Letto. Sampai sana, ternyata ada diskusi yang mengupas masalah industri kreatif yang semakin tenggelam. Diskusi ini diselenggarakan oleh IKAPI yang bertempat di acara Book Fair Wanitatama. Pembicara dalam diskusi ini adalah Mas Ismail (dari yang kutangkap, dia seorang komikus) dan Mas Sabrang Panuluh (Noe Letto). Tadinya aku memang niat datang untuk bertemu dengan Mas Sabrang karena aku nge-fans dengannya dan tak tahu dalam rangka apa dia ke Book Fair. Namun ketika aku sampai, ternyata Mas Sabrang jadi pembicara dalam sebuah diskusi. Dan diskusinya sangat menarik yaitu tentang industri kreatif dan penerbitan. Dalam hal ini, akar masalahnya adalah "pembangunan karakter". Sungguh menarik tema yang dibicarakan. Tak ada habisnya jika kita membicarakan soal karakter. 

Saat ini, yang terjadi adalah karakter yang membangun industri padahal seharusnya industrilah yang membangun karakter (itu yang aku simpulkan). Dalam hal ini, industri (apa aja) mengikuti apa yang dimaui pangsa pasar. Itu terjadi karena banyak industri yang hanya memikirkan profit (keuntungan) tanpa memikirkan efek yang terjadi. Padahal jika kita jeli memandang situasi, saat ini kita sedang di"nina bobo" kan dalam budaya-budaya asing yang sangat gencar memasukkan racun bagi budaya kita sendiri. Contohnya saja J-Pop dan K-Pop. Mereka berdua sukses membuai Indonesia. Industri-industri yang ada di Indonesia pun ikut terbuai sehingga produk-produk yang mereka keluarkan berbau budaya dari bangsa lain itu. Lalu, pergi ke mana budaya kita sendiri? Memang ada yang bilang "jika tidak mengikuti pangsa pasar, akan rugi karena tidak mendapat profit". Tapi jika budaya kita hilang begitu saja, apakah tidak merasa rugi? Tentu saja aku akan menjawab sangat rugi. Bagiku budaya itulah aset paling berharga. Budaya itulah yang menunjukkan karakter sebuah bangsa yang kuat. Namun kenyataannya, bisa dibilang bangsa ini adalah bangsa plagiat dan mudah terpengaruh. Hanya ikut-ikutan.

Hm...sebenarnya solusi dari masalah ini ada pada diri kita sendiri. Ya, mulailah dari diri kita mencoba untuk kembali membangun karakter sendiri. Pesan dari diskusi malam ini adalah apapun pekerjaan dan profesi  kalian, cobalah untuk menumbuhkan karakter yang sesungguhnya. Lepaskanlah topeng-topeng kalian dan jadilah diri sendiri. Jangan memikirkan untung rugi untuk membuat sebuah karya yang kreatif. Jika niat kita sungguh-sungguh, Insya Allah keberkahan akan datang sendiri kepada kita.
Mari, teruslah kreatif dalam berkarya!

Terakhir, acara ditutup dengan suara merdunya Mas Noe yang menyanyikan Sebelum Cahaya dan Ruang Rindu. Alhamdulillah, aku sempat bersalaman dan berfoto dengan sosok yang kukagumi, Mas Sabrang Mowo Damar Panuluh 

Komentar

Postingan Populer