Juventus dan Kisah Cintaku


Foto diambil di Pantai Sepanjang Yogyakarta setelah kekalahan Juventus di final Liga Champion 2017
Kekalahan ternyesek. Tapi kami tetap bangga. Kami bangga menjadi Juventini.

Aku mengenal klub ini dari mantan pacar yang sekarang jadi suami. Ya, dia adalah seorang juventini dari tahun 1997. Aku telah di-juventini-sasi olehnya sejak 2010, di tahun pertama kami pacaran. Akhirnya di tahun 2014, aku mulai ter-juventuni-sasi, karena ada salah satu pemain yang menarik perhatianku, Arturo Vidal. Pria Amerika Latin itu, mempunyai senyum yang manis menurutku. Ya, namanya juga cewek kan yaa...tertariknya sama yang manis-manis atau yang ganteng-ganteng dulu hahaha..Eh, tapi menurut mas pacar, Vidal itu enggak ganteng, gantengan Morata malah. Sampai mas pacar komentar, "Kamu ni aneh, ada yang lebih ganteng, lebih muda, malah sukanya sama preman." Ya gimana yaa..cinta pada pandangan pertama kan susah move on-nya. Dari situ aku belajar tentang pertandingan sepak bola. Tiap ikutan nobar, aku rajin banget tanya ini itu sama mas pacar. Mas pacar pun dengan senang hati menjawab dan menjelaskan. Obrolan kami pun jadi seru, enggak monoton.

Lama-lama, aku jadi cinta dengan Juventus meskipun pada awalnya kecintaanku hanya sebatas dengan pemain. Namun, lama kelamaan aku terpesona sama keseluruhan tim. Tentang prinsip dan kekeluargaan yang dibangun antar pemain, sungguh membuat saya kagum. Di Juventus tidak ada yang namanya pemain senior dan pemain junior, semuanya sama. Pemain pemain senior juga tidak ada yang sombong dan berlaku songong. Ada yang dinamakan semangat Grinta atau bisa disebut sebagai semangat pantang kalah. Semangat grinta  inilah yang bisa membuat Juventus kuat. Untuk membuat sebuah tim kuat dibutuhkan pemain yang juga mempunyai pemikiran yang sejalan. Itu mengapa pemain pemain Juventus terlihat kompak karena setiap pemain mempunyai tujuan yang sama, yaitu “kami harus menang/berhasil” bukan “aku harus menang/berhasil”. Memang benar juga. Sepak bola adalah olahraga tim, jadi yang harus dibangun adalah tim bukan individu pemain.

Dulu kupikir, sepak bola cuma berlomba memasukkan bola ke gawang lawan. Namun, ketika melihat Juventus berlaga di lapangan hijau, membuat pikiranku berubah. Aku berdecak kagum akan permainannya. Inilah sepak bola yang sesungguhnya. Sepak bola yang mengedepankan skill dan taktik, bukan hanya sekadar banyak banyakan memasukkan bola ke dalam gawang lawan. Juventus benar-benar mampu membuat semangat grinta  berkobar selama pertandingan. Itulah sebab para pencetak goal di Juve bukan hanya dari penyerang, tapi gelandang atau pemain belakang pun bisa mencetak goal.

Setelah menikah, kami gak pernah lagi nobar di luar, kami nobar di rumah. Dan tetap mencintai Juventus. Ternyata mengasyikkan sekali punya pasangan yang bisa diajak ngobrol apa saja termasuk ngobrolin soal Juventus. Dulu aku benci banget pas mas pacar pamitan mau nobar, aku pasti ngambek, "Oh..jadi lebih pilih bola daripada aku! Huuuh, kita putus!" Hahaha...gak sampai begitu sih tapi. Sumpah kangen banget sama suasana nobar yang rame, seru, bisa bareng-bareng nyanyiin theme song Juventus, gembira bareng kalau menang, nangis bareng kalau kalah, dan keseruan lainnya.

Sekarang, ketika Juventus terseok-seok, aku masih tetap cinta. Ketika Juventus terjun bebas dari peringkat 2 ke peringkat 10 karena hukuman yang dijatuhkan FIGC atas kasus pemalsuan laporan keuangan  pun, aku tetap cinta. Karena seperti kata Patrice Evra, "Nyonya Tua tidak akan pernah mati. Dia terluka dan dia akan kembali”.




Komentar

Postingan Populer